Minggu, 27 Desember 2009

Fisiografi regional Jawa Barat ( Van Bemmelen )

Fisiografi Regional

Secara fisiografi, van Bemmelen (1970) telah membagi daerah Jawa bagian barat menjadi lima jalur fisiografi (Gambar 2.1). Pembagian zona fisiografi daerah Jawa bagian barat tersebut yaitu :

  1. 1. Zona Dataran Rendah Pantai Jakarta
  2. 2. Zona Bogor
  3. 3. Zona Bandung
  4. 4. Zona Pegunungan Bayah
  5. 5. Zona Pegunungan Selatan Jawa Barat

Berdasarkan letaknya, maka secara fisiografi, daerah penelitian termasuk kedalam Zona Bogor bagian Timur.

Zona Bogor terdapat di bagian selatan Zona Dataran Rendah Pantai Jakarta, dan membentang dari barat ke timur, yaitu mulai dari Rangkasbitung, Bogor, Subang, Sumedang, dan berakhir di Bumiayu dengan panjang kurang lebih 40 km. Zona Bogor ini merupakan daerah antiklinorium yang cembung ke utara dengan arah sumbu lipatan barat – timur. Inti antiklinorium ini terdiri dari lapisan-lapisan batuan berumur Miosen dan sayapnya ditempati batuan yang lebih muda yaitu berumur Pliosen – Pleistosen. Pada Zona Bogor, terdapat beberapa morfologi intrusi berupa boss. Batuannya terdiri atas batupasir, batulempung dan breksi yang merupakan endapan turbidit, disertai beberapa intrusi hypabisal, konglomerat dan hasil endapan gunungapi. Disamping itu juga terdapat lensa-lensa batugamping. Endapannya terdiri oleh akumulasi endapan Neogen yang tebal dengan dicirikan oleh endapan laut dalam.

Stratigrafi Regional

Pembahasan stratigrafi regional dimaksudkan untuk memberikan gambaran umum dari beberapa formasi yang erat hubungannya dengan stratigrafi daerah penelitian dan diuraikan dari satuan yang tua ke satuan yang lebih muda.

Van Bemmelen (1970) telah mengurutkan stratigrafi Zona Bogor bagian tengah dan timur dengan batuan tertua Anggota Pemali Bawah yang berumur Oligosen sampai Miosen Bawah, dengan fosil penunjuk foraminifera besar Spiroclypeus sp. Ciri litologinya adalah perlapisan batulempung, napal, serpih dengan sisipan batupasir kuarsa dan batugamping.

Di atas formasi itu diendapkan batuan dari Formasi Pemali Anggota Atas yang dikenal dengan kompleks Annulatus (Annulatus Complex), yang berumur Miosen Bawah bagian atas sampai Miosen Tengah bagian bawah. Formasi ini terbagi kedalam fasies utara dan fasies selatan. Fasies utara terdiri dari batupasir kuarsa, napal, batulempung, serpih, tuff, dan batugamping Kelapanunggal. Sedangkan fasies selatan terdiri dari batupasir kuarsa, lapisan tipis batubara, batugamping napalan, dan sisipan hasil erupsi gunungapi. Batuan-batuan tersebut sebagian besar diperkirakan berasal dari Dataran Sunda, yang interkalasi dengan batuan volkanik dari selatan. Dalam Fasies tersebut banyak ditemukan fosil foraminifera besar cycloclypeus / Katacycloclypeus Annulutus MARTIN, cycloclypeus sp., Lepidocyclina sp., dan Miogypsina sp..

Di atas Formasi Pemali secara selaras diendapkan Formasi Cidadap atau disebut juga Formasi Halang bagian atas, yang terdiri dari batulempung, serpih dengan fasies laut yang tersebar di bagian utara, breksi volkanik, dan batupasir tufaan yang tersebar di bagian selatan. Ketebalan lapisan ini diperkirakan 1200 – 1500 meter di Zona Bogor bagian tengah, dan sekitar 1500 – 2500 meter di Zona Bogor bagian Timur. Mengandung fosil Lepidocylina sp., yang berumur Miosen Tengah bagian atas.

Di atas Formasi Cidadap diendapkan secara tidak selaras batuan yang merupakan hasil kegiatan volkanik yang disertai dengan intrusi-intrusi hornblenda, andesit, dasit, diorit, dan kuarsa yang dikenal dengan nama Breksi Kumbang yang berumur Miosen Atas.

Secara selaras di atas Breksi Kumbang diendapkan Formasi Kaliwangu yang terdiri dari serpih, batulempung, napal, batupasir tuffan, andesitik, dasitik, konglomerat, dan breksi, serta lapisan tipis batubara muda, berumur Pliosen Bawah. Fosil yang ditemukan adalah Molusca chirebonian dan fauna vertebrata Cijulang bagian atas.

Secara selaras di atas Formasi Kaliwangu diendapkan Formasi Ciherang yang berumur Pliosen Atas. Di atas Formasi Ciherang diendapkan secara tidak selaras Formasi Tambakan yang merupakan hasil gunungapi yang berumur Pleistosen Bawah.

Produk termuda dari stratigrafi ini adalah endapan aluvium yang diendapkan di atas formasi – formasi lainnya.

Djuri (1996), dalam Peta Geologi Lembar Arjawinangun menyebutkan dari batuan tertua sampai yang termuda sebagai berikut : Formasi Cinambo, batugamping Kompleks Kromong, Formasi Halang, Formasi Subang, Formasi Kaliwangu, Formasi Citalang, Breksi terlipat, Hasil Gunungapi Tua, Hasil Gunungapi Muda, dan Aluvium.

Formasi tertua adalah Formasi Cinambo, yang berdasarkan kandungan fosil foraminifera adalah berumur Miosen Bawah sampai Miosen Tengah. Formasi ini dibagi dua, yaitu: Anggota batupasir (bagian bawah), dan Anggota Serpih (bagian atas). Anggota batupasir terdiri dari graywake, yang mempunyai ciri perlapisan tebal dengan sisipan serpih, batulempung tipis, batupasir gampingan, tuf, batulempung, dan batulanau. Anggota Serpih terdiri dari batulempung dengan sisipan batupasir, batugamping, batupasir gampingan, dan batupasir tufaan.

Di atas Formasi Cinambo diendapkan secara selaras batugamping Kompleks Kromong, yang terdiri dari batugamping, batulempung, batupasir gampingan, dan batupasir tufaan. Formasi ini berumur Miosen Tengah.

Secara selaras di atas batugamping Kompleks Kromong diendapkan Formasi Halang, yang terdiri dari Anggota Halang Bawah, dan Anggota Halang Atas. Anggota Halang Bawah terdiri dari breksi gunungapi yang bersifat andesitik sampai basaltik, batulempung, tuf dan konglomerat. Anggota Halang Atas terdiri dari batupasir tufaan, batulempung, dan konglomerat. Formasi ini berumur Miosen Tengah sampai Miosen Atas.

Di atas Formasi Halang secara selaras diendapkan Formasi Subang, yang terdiri dari batulempung yang mempunyai sisipan batugamping yang berwarna abu-abu tua dan kadang-kadang dijumpai sisipan batupasir glaukonit yang berwarna hijau. Formasi ini berumur Miosen Atas.

Kemudian secara tidak selaras di atas Formasi Subang diendapkan Formasi Kaliwangu, yang terdiri dari batulempung yang mengandung moluska, konglomerat dengan lensa-lensa batupasir dan sisipan batupasir tuffan dan kadang-kadang ditemukan lapisan batupasir gampingan, dan batugamping. Formasi ini berumur Pliosen Bawah.

Di atas Formasi Kaliwangu secara selaras diendapkan Formasi Citalang yang terdiri batugamping koral, batupasir, batupasir tufaan, batulempung tufaan, konglomerat, dan kadang-kadang dijumpai lensa-lensa batupasir gampingan yang padu. Formasi ini berumur Pliosen Tengah sampai Pliosen Atas.

Di atas Formasi Citalang secara tidak selaras terdapat breksi terlipat yang terdiri dari breksi gunungapi yang bersifat andesitik, breksi tufaan, batupasir kasar, batulempung tufaan, dan graywacke. Batuan ini berumur Pleistosen Bawah.

Kemudian Endapan Hasil Gunungapi Tua menutupi breksi terlipat secara selaras. Endapan Gunungapi Tua terdiri dari breksi lahar, lava andesitik sampai basaltik. Endapan ini berumur Pleistosen Tengah sampai Pleistosen Atas.

Kemudian secara selaras diatas Endapan Gunungapi Tua diendapkan Endapan Gunungapi Muda yang terdiri dari breksi lahar, batupasir tufaan, lapili, lava andesitik sampai basaltik. Endapan ini diperkirakan hasil dari produk Gunungapi Ciremai, dan Gunungapi Tampomas. Batuan ini berumur Pleistosen Atas sampai Holosen Bawah.

Struktur Geologi Regional

Van Bemmelen (1970) telah membagi Jawa bagian barat menjadi beberapa jalur fisiografi dan struktural dimana daerah pemetaan termasuk pada jalur struktur geologi Zona Bogor bagian timur yang telah terlipat kuat sehingga menghasilkan antiklinorium dengan sumbu berarah barat timur. Di bagian utara zona ini, keadaan struktur geologinya berarah utara karena adanya tekanan dari arah selatan. Gaya tersebut mengakibatkan perlipatan dan sesar naik. Inti dari perlipatan ini terdiri atas batuan sedimen berumur Miosen sedangkan sayapnya terdiri dari batuan sedimen Pliosen.

Menurut Van Bemmelen (1970) Zona Bogor telah mengalami dua kali masa periode tektonik yaitu :

  1. Periode intra Miosen atau Miosen Pliosen.
  2. Periode Pliosen – Plistosen.

Pada periode tektonik intra tektonik Miosen, berlangsung pembentukan geantiklin jawa, akibat gaya tekanan dari arah selatan terbentuk struktur lipatan dan sesar pada sedimen di utara. Peristiwa ini terjadi setelah Formasi Cidadap diendapkan pada Miosen Tengah. Pada Miosen Atas atau Miosen – Pliosen antklinorium ini mengalami intrusi dasit dan andesit hornblenda, disamping itu terjadi pula ekstrusi Breksi Kumbang di ujung timur Zona Bogor. Ketidakselarasan antara Formasi Subang dan Formasi Kaliwangu yang berumur Pliosen Bawah (Silitonga, 1973) yang terjadi pada Zona Bogor bagian utara, menandakan bahwa pada periode Miosen – Pliosen tersebut terjadi proses perlipatan pada keseluruhan Zona Bogor bagian utara.

Pada periode tektonik Pliosen-Pleistosen, terjadi proses perlipatan dan sesar yang diakibatkan oleh terjadinya amblesan dibagian utara Zona Bogor yang kemudian menimbulkan gangguan tekanan yang kuat pada Zona Bogor. Pada kala Pliosen-Pleistosen bagian barat Zona Bogor mengalami pengangkatan dan membentuk Kaliglagah Beds yang terdiri dari endapan klastik dan lignit dan selanjutnya Cigintung Beds terendapakan. Semua formasi tersebut menutupi batuan terdahulu secara selaras semu (pseudo conformable).

Kegiatan tektonik Pliosen-Pleistosen di daerah ini mengakibatkan terjadinya sesar terobosan komplek kromong yang andesitis dan dasitis. Setelah berakhir kegiatan tersebut terbentuklah Tambakan Beds yang berumur Pleistosen Bawah dan menutupi satuan lainya secara tidak selaras. Tidak adanya batuan yang berumur Pliosen Atas di daerah ini menunjukan adanya kekosongan pengendapan batuan. Pada kala Pleistosen Tengah sampai Atas di Zona Bogor bagian tengah dan timur terbentuk endapan Vulkanik tua (Gunung Slamet tua) dan Vulkanik muda dari Gunung Ciremai, selanjutnya disusul oleh aktifitas pada Pleistosen Atas yang menghasilkan Linggopodo Beds dan diikuti lagi oleh kegiatan Vulkanik Resen dari Gunung Ciremai sehingga terbentuk endapan Vulkanik muda ke bagian utara zona tersebut. Tekanan tersebut menimbulkan struktur perlipatan dan sesar naik dibagian Zona Bogor yang dikenal sebagai “Baribis thrust”.

Sejarah Geologi Regional.

Van Bemmelen (1970) mengemukakan bahwa pada awal Oligosen Zona Bogor merupakan cekungan laut dalam yang ditandai dengan adanya endapan flysh, endapan laut dengan sisipan batuan volkanik yang kemudian dikenal dengan nama Formasi Pemali. Setelah evolusi non volkanisme berakhir, dilanjutkan dengan suatu aktivitas volkanisme yang disertai dengan gejala penurunan, sehingga terbentuk beberapa gunungapi bawah laut pada awal Miosen yang menghasilkan endapan yang bersifat andesitik dan basaltik. Pada Miosen Tengah aktivitas volkanisme ini berkurang dan diganti dengan pengendapan lempung, napal, dan gamping terumbu yang menandakan lingkungan laut dalam. Di Zona Bogor pada masa itu dibentuk endapan Formasi Cidadap dan Formasi Halang. Fasies Selatan tersusun atas breksi dan batupasir tufan, sedangkan fasies Utara tersusun atas batulempung dan napal.

Akhir Miosen Tengah terbentuk geantiklin di pegunungan selatan yang disusul dengan peluncuran puncaknya ke arah cekungan Jawa bagian utara. Akhir Miosen Atas aktivitas volkanisme ini bergeser ke Zona Bandung dan Bogor Selatan yang menghasilkan endapan Breksi Kumbang. Hal ini menunjukan bahwa zona tunjaman arahnya telah bergeser lebih ke selatan dari sebelumnya. Selama kegiatan volkanisme Miosen Tengah, sedimen Zona Bandung dan Zona Bogor mengalami erosi kuat. Sementara itu dataran pantai Jakarta terus mengalami penurunan dengan ditandai oleh diendapkannya lempung dan napal yang dikenal dengan nama Formasi Kaliwangu, yang berumur Pliosen.

Pada Miosen Atas, dapat dikatakan bahwa cekungan Bogor telah berubah menjadi dangkal. Hal ini ditandai dengan adanya satuan batupasir dengan struktur sedimen silang siur dan fosil mollusca. Diatasnya diendapkan endapan volkanik Pliosen-Plistosen, dimana aktivitas ini terlihat jelas pada jalur transisi Zona Bandung dan Zona Bogor.

Pada Pliosen Tengah aktivitas volkanisme kembali terjadi dan mengakibatkan Formasi Kaliwangu yang berfasies sedimen berubah kearah fasies volkanik yang bersifat andesitik, kemudian diatasnya diendapkan konglomerat Formasi Ciherang.

Daerah Panas Cisolok

Daerah Cisolok merupakan WKP milik Pertamina No.464/Kpts/M/pertamb/74 tertanggal 10 Agustus 1974 dengan batas geografis 06o 40’00” LS – 07o 00’00” LS dan 00o 48’28” BB – 00o 15’28” BB dengan luas 36.67 km yang dikembalikan statusnya April 2002. Saat ini lahan ini telah menjadi wilayah konsesi.

Eksplorasi panas bumi yang dilakukan di daerah cisolok oleh Pertamina meliputi survey detil di permukaan dan pengeboran. Survey permukaan yang dilakukan mulai tahun 1976 sampai 1984 adalah survey geologi, geokimia, dan geofisika. Survey geofisika terdiri dari survey gaya berat, geomagnet, geolistrik tahanan jenis, dan magnetotelurik. Pada tahun 1986 telah dilakukan pengeboran beberapa sumur landaian suhu di daerah Cisolok. Pengeboran satu sumur eksplorasi dalam dilakukan di daerah Cisolok dengan total kedalaman mencapai hamper 1500 meter.

Daerah panas bumi Cisolok merupakan manifestasi panas bumi dengan ciri air panas dan geysers pada perpotongan 2 buah struktur patahan dengan arah N 20 E dan N 110 E. Hanya daerah panas bumi Cisolok dianggap prospek, yaitu dua mata air panas, geysers, solfatar dan zonasi ubahan. Total mata air panas berjumlah > 20 buah dan lokasi geysers dalam areal 5 hektar.

Mata air panas ditemukan di daerah cisolok pada umumnya mempunyai temperature tinggi mulai dari 46 sampai 98 °C, dengan pH 6.4 – 7.4 dan debit antara 5 – 60 liter/menit. Mata air panas ini berasosiasi dengan endapan sinter karbonat yang sangat luas di sepanjang sungai Cisolok dan beberapa geyser. Distribusi dari zona batuan ubahan di daerah Cisolok mencapai luas 2.5 km (2.5 km x 1.0 lan). Endapan sinter karbonat ini merupakan hasil kegiatan resen, sedangkan batuan teralterasi diduga berkaitan dengan kegiatan zaman tersier.

Daerah panas bumi Cisolok terletak dalam tepi dari struktur greben besar yang memotong tegak Jawa Barat dari Pelabuhan Ratu ke Gunung Salak. Zona patahan sangat berperan pada struktur greben ini. Morfologi daerah ini sangat kasar (lokasi yang paling tinggi adalh Gunung halimun, 1744 m) yang ditutupi oleh batuan sedimen berumur MiosenPliosen.yang ditutupi oleh formasi magmatic (lavas dan intrusi) yang menutupi daerah utara dan timur. Terdapat tiga sedimen fasies dapat dipisahkan yaitu formasi Citius berisi batu lempung dan batu pasir dari Miosen akhir yang dapat dikorelasikan dengan formasi Jampang. Formasi ini merupakan batuan dasar yang tipis di daerah Cisolok. Formasi Cibangban berumur Miosen bawah yang sering berinterkalasi dengan tubuh yang lenticular dari batu gamping. Selama dan setelah pengandapan sedimen, terjadi erupsi vulkanik dan intrusi plutonik, antara lain Kompleks Cisolok Acidic menempati daerah selatan baratnya adalah intrusi. Aktifitas Vulkanik Kuarter bagian bawah menghasilkan system vulkanik G. kempul, yang kemungkinan terdapat empat pusat vulkanik dan kawah atau kaldera besar muncul sepanjang arah timur-barat.

Sedangkan aktifitas vulkanik resen menghasilkan pusat vulkanik G. Halimun dan G. Tumpeng. Gunung Halimun ternyata sebagai vulkanik strato dan terakhir intrusi. Intrusi vulkanik G. Tumpeng dan aliran bervariasi tipe petrografi two piroksen andesit, dasit dan ryolit. Dating umur berdasarkan K/Ar pada lava Resen 0.28-0.32 tahun untuk G. Halimun dan 0.26-0.16 tahun untuk G. Tumpeng. Sedangkan aktifitas vulkanik saat ini adalah G. Salak Komplek dengan Kaldera G. Perbakti.

Senin, 30 November 2009

tektonik lempeng

Tektonik Lempeng

Menurut teori Lempeng Tektonik, lapisan terluar bumi kita terbuat dari suatu lempengan tipis dan keras yang masing-masing saling bergerak relatif terhadap yang lain. Gerakan ini terjadi secara terus-menerus sejak bumi ini tercipta hingga sekarang. Teori Lempeng Tektonik muncul sejak tahun 1960-an, dan hingga kini teori ini telah berhasil menjelaskan berbagai peristiwa geologis, seperti gempa bumi, tsunami, dan meletusnya gunung berapi, juga tentang bagaimana terbentuknya gunung, benua, dan samudra.

Lempeng tektonik terbentuk oleh kerak benua (continental crust) ataupun kerak samudra (oceanic crust), dan lapisan batuan teratas dari mantel bumi (earth's mantle). Kerak benua dan kerak samudra, beserta lapisan teratas mantel ini dinamakan litosfer. Kepadatan material pada kerak samudra lebih tinggi dibanding kepadatan pada kerak benua. Demikian pula, elemen-elemen zat pada kerak samudra (mafik) lebih berat dibanding elemen-elemen pada kerak benua (felsik).

Di bawah litosfer terdapat lapisan batuan cair yang dinamakan astenosfer. Karena suhu dan tekanan di lapisan astenosfer ini sangat tinggi, batu-batuan di lapisan ini bergerak mengalir seperti cairan (fluid).

Pergerakan Lempeng (Plate Movement)

Berdasarkan arah pergerakannya, perbatasan antara lempeng tektonik yang satu dengan lainnya (plate boundaries) terbagi dalam 3 jenis, yaitu divergen, konvergen, dan transform. Selain itu ada jenis lain yang cukup kompleks namun jarang, yaitu pertemuan simpang tiga (triple junction) dimana tiga lempeng kerak bertemu.

1. Batas Divergen
divergenTerjadi pada dua lempeng tektonik yang bergerak saling memberai (break apart). Ketika sebuah lempeng tektonik pecah, lapisan litosfer menipis dan terbelah, membentuk batas divergen.

Pada lempeng samudra, proses ini menyebabkan pemekaran dasar laut (seafloor spreading). Sedangkan pada lempeng benua, proses ini menyebabkan terbentuknya lembah retakan (rift valley) akibat adanya celah antara kedua lempeng yang saling menjauh tersebut.

Pematang Tengah-Atlantik (Mid-Atlantic Ridge) adalah salah satu contoh divergensi yang paling terkenal, membujur dari utara ke selatan di sepanjang Samudra Atlantik, membatasi Benua Eropa dan Afrika dengan Benua Amerika.

2. Batas Konvergen
konvergenTerjadi apabila dua lempeng tektonik tertelan (consumed) ke arah kerak bumi, yang mengakibatkan keduanya bergerak saling menumpu satu sama lain (one slip beneath another).

Wilayah dimana suatu lempeng samudra terdorong ke bawah lempeng benua atau lempeng samudra lain disebut dengan zona tunjaman (subduction zones). Di zona tunjaman inilah sering terjadi gempa. Pematang gunung-api (volcanic ridges) dan parit samudra (oceanic trenches) juga terbentuk di wilayah ini.

3. Batas Transform
transformTerjadi bila dua lempeng tektonik bergerak saling menggelangsar (slide each other), yaitu bergerak sejajar namun berlawanan arah. Keduanya tidak saling memberai maupun saling menumpu. Batas transform ini juga dikenal sebagai sesar ubahan-bentuk (transform fault).
Batas Konvergen

Batas konvergen ada 3 macam, yaitu 1) antara lempeng benua dengan lempeng samudra, 2) antara dua lempeng samudra, dan 3) antara dua lempeng benua.

Konvergen lempeng benua—samudra (Oceanic—Continental)
samudra-benua

Ketika suatu lempeng samudra menunjam ke bawah lempeng benua, lempeng ini masuk ke lapisan astenosfer yang suhunya lebih tinggi, kemudian meleleh. Pada lapisan litosfer tepat di atasnya, terbentuklah deretan gunung berapi (volcanic mountain range). Sementara di dasar laut tepat di bagian terjadi penunjaman, terbentuklah parit samudra (oceanic trench).

Pegunungan Andes di Amerika Selatan adalah salah satu pegunungan yang terbentuk dari proses ini. Pegunungan ini terbentuk dari konvergensi antara Lempeng Nazka dan Lempeng Amerika Selatan.

Konvergen lempeng samudra—samudra (Oceanic—Oceanic)
2 samudra

Salah satu lempeng samudra menunjam ke bawah lempeng samudra lainnya, menyebabkan terbentuknya parit di dasar laut, dan deretan gunung berapi yang pararel terhadap parit tersebut, juga di dasar laut. Puncak sebagian gunung berapi ini ada yang timbul sampai ke permukaan, membentuk gugusan pulau vulkanik (volcanic island chain).

Pulau Aleutian di Alaska adalah salah satu contoh pulau vulkanik dari proses ini. Pulau ini terbentuk dari konvergensi antara Lempeng Pasifik dan Lempeng Amerika Utara.

Konvergen lempeng benua—benua (Continental—Continental)
2 benua

Salah satu lempeng benua menunjam ke bawah lempeng benua lainnya. Karena keduanya adalah lempeng benua, materialnya tidak terlalu padat dan tidak cukup berat untuk tenggelam masuk ke astenosfer dan meleleh. Wilayah di bagian yang bertumbukan mengeras dan menebal, membentuk deretan pegunungan non vulkanik (mountain range).

Pegunungan Himalaya dan Plato Tibet adalah salah satu contoh pegunungan yang terbentuk dari proses ini. Pegunungan ini terbentuk dari konvergensi antara Lempeng India dan Lempeng Eurasia.